A.
Pengertian Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah suatu badan yang
memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan
pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi
pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada
bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan
peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang peraturan
perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang
ada di atasnya).
B.
Perbandingan Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokrasi Dengan Lembaga
Yudikatif Pada Negara Komunis
Yudikatif Pada Negara Komunis
Dalam Negara demokratis, Badan Yudikatif
dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
·
-Sistem
Common Law (negara anglo saxon)
Sistem
Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini
berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen
juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini
disebut juga dengan case law atau judge made law. Karakterisitik hukum dalam
case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi hukum dalam
kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang undang. Hukum
case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
·
-Sistem Civil
Law (hukum perdata umum)
Sistem
ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau
sistem ini menganut paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang
berpendapat bahwa “undang undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam
implementasinya sistem ini para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum
melainkan harus berpedoman pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan
persoalan persoalan. Keputusan hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar
keputusannya tetap pasal tertentu dari kitab undang-undang.
Dalam kedua sistem secara teoristis hakim
berhak member keputusan baru terlepas dari jurisprudensi atau undang undang
yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi terlebih
dahulu atau interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama.
Tetapi dalam praktek, para hakim tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama
pada keputusan pengadilan yang lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di
negara federal pengadilan dapat menyelesaikan kasus antar negara bagian
sedangkan di negara kesatuan tidak
2. Lembaga
Yudikatif Pada Negara Komunis
Di
negara komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan
komunis, karenanya segala aktivitas serta alat kenegaraan termasuk
penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk
melancarkan perkembangan kearah komunis.
Pandangan umum yang bisa kita peroleh
mengenai Badan yudikatif ialah:
·
-Badan
Yudikatif dan Yudicial Review
Secara umum Badan Yudikatif memiliki hak
menguji yaitu hak menguji apakah peraturan hukum yang lebih rendah dari UU
sesuai dengan UU yang bersangkutan. Mahkamah Agung memiliki fungsi Yudicial
Review.
·
-Kebebasan
Badan Yudikatif
Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa
tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip “bebas dari campur tangan badan
eksekutif”. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik
demi penegakan hukun dan keadilan serta menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of
Human Rights, memandang kebebasan dan tidak tidak memihaknya badan-badan
pengadilan di dalam tiap tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa
negara jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan
Indonesia.
3. Kekuasaan
Badan yudikatif di Indonesia
Sistem hukum yang belaku di Indonesia,
khususnya hukum hukum perdatanya hingga kini masih terdapat dualism, yaitu:
Sistem Hukum Adat, suatu tata hukum yang
becorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
Sistem Hukum Eropa Barat (Belanda) yang
dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan Badan Yudikatif adalah berpedoman
pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan
yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung
dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim”. Dalam
UU no 19 th 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal 19 dikatakan
bahwa “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan
masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal
pengadilan”.
4. Badan
Yudikatif pasca era Reformasi di Indonesia
Badan
Yudikatif di era reformasi di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini
sejalan dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan
kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan
kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen,
adalah sebagai berikut:
·
Mahkamah Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
·
Mahkamah Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan
terakir yang bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga
negara , memutus pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu
( pasal 24 C ayat 1 ).
·
Komisi Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung, menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim ( pasal 24B ayat 1)
C. Badan-badan
Yudikatif di Indonesia
·
Mahkamah Agung
Mahkamah
Agung – sesuai Pasal 24A UUD 1945 – memiliki kewenangan mengadili kasus hukum
pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang. Sebagai sebuah lembaga yudikatif, Mahkamah Agung
memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1.
Fungsi Peradilan
§ Pertama,
membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali.
§ Kedua,
memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang RI.
§ Ketiga,
memegang hak uji materiil, yaitu menguji ataupun menilai peraturan perundangan
di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang
lebih tinggi.
2.
Fungsi Pengawasan
§Pertama,
Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan.
§Kedua,
Mahkamah Agung adalah pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim
dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan.
Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
3. Fungsi
Mengatur.
Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung mengatur
lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah
Agung.
4.
Fungsi Nasehat
§ Pertama,
Mahkamah Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam bidang hukum
kepada Lembaga Tinggi Negara lain.
§ Kedua,
Mahkamah Agung memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam
rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
5.
Fungsi Administratif
§ Pertama,
mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang
nomor 35 tahun 1999.
§ Kedua,
mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja
Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah
sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha
Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta
Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah
pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung memiliki sebelas orang
pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan
tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya yaitu:
1.
Ketua;
2.
Wakil
ketua bidang yudisial;
3.
Wakil
ketua bidang non yudisial;
4.
Ketua
muda urusan lingkungan peradilan
militer/TNI;
militer/TNI;
5.
Ketua
muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara;
6.
Ketua
muda pidana mahkamah agung RI;
7.
Ketua
muda pembinaan mahkamah agung RI;
8.
Ketua
muda perdata niaga mahkamah agung RI;
9.
Ketua
muda pidana khusus mahkamah agung RI, dan;
10.
Ketua
muda perdata mahkamah agung RI.
Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung
memiliki 37 orang Hakim Agung sementara menurut Undang-undang Nomor 5 tahun
2004 Mahkamah Agung diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-banyaknya
enam puluh (60) orang.
·
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (sifatnya
final) atas pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum. Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan
terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan
tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk
melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses permintaan
DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat dukungan
sekurang-kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah
anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9
orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari
9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang
menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun. Selama menjabat sebagai
anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim tidak diperkenankan merangkap profesi
sebagai pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat, ataupun
pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR,
dan 3 oleh Presiden. Seorang hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa perkara telah diperiksa
oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik
dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya Pengujian Undang-undang
Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu
seperti Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil
Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.
·
Komisi Yudisial
Komisi
Yudisial tidak memiliki kekuasaan yudikatif. Kendati Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 menempatkan pembahasan mengenai Komisi Yudisial
pada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi komisi ini tidak memiliki
kekuasaan kehakiman, dalam arti menegakkan hukum dan keadilan serta memutus
perkara. Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan
berwenang mengusulkan personalia hakim berupa pengajuan calon hakim agung
kepada DPR sehubungan dengan pengangkatan hakim agung. Komisi ini juga
mempunyai wewenang dalam menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. Dengan demikian, Komisi Yudisial lebih tepat
dikategorikan sebagai Independent Body yang tugasnya mandiri dan hanya berkait
dengan kekuasaan Yudikatif dalam penentuan personalia bukan fungsi yudikasi
langsung. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang
nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam melakukan tugasnya, Komisi
Yudisial bekerja dengan cara:
1.
Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
2.
Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3.
Menetapkan calon Hakim Agung, dan;
4. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Pada pihak lain, Mahkamah
Agung, Pemerintah, dan masyarakat juga mengajukan calon Hakim Agung, tetapi
harus melalui Komisi Yudisial.
Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim
Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku
hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku
hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim,
memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik
perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi
dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta
tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia
Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah,
praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi
Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk
1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh
merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT,
pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun pengurus
partai politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar